Jumat, 06 April 2012

Penyuluhan Pertanian


Penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Dalam rangka menjalankan penyuluahan secara terkontrol diperlukan perencanaan yang akurat sesuai dengan kondisi di masyarakat dan harapan setiap pelaku utama dan pelaku usaha.  Untuk itu, penting kiranya disusun programa penyuluhan yang bagus dan pelaksanaan yang tertib serta evaluasi yang akurat untuk memperoleh informasi yang siap digunakan dalam perbaikan kegiatan selanjutnya.
Programa penyuluhan pertanian disusun dengan memperhatikan keterpaduan, kesinergian progama penyuluh pertanian pada semua tingkatan serta dengan tetap memperhatikan siklus anggaran mencakup pengorganisasian dan pengelolaan sumberdaya sebagai dasar pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian. Sebagai suatu proses perencanaan, programa penyuluhan pertanian harus terukur, realitas, bermanfaat dan dapat dilaksanakan serta dilakukan secara partisipatif, terpadu, transparan, demokratis dan bertanggungjawab. Dalam aplikasinya programa penyuluhan pertanian di tingkat unit kerja lapangan disusun bersama petani, pelaku usaha yang difasilitasi oleh penyuluh pertanian.
Tujuan penyusunan programa adalah dalam rangka mensukseskan programa pembangunan pertanian dalam arti luas, melalui usaha pemberdayaan sumberdaya manusia, peningkatan produksi pertanian dan kesejahteraan petani, nelayan beserta keluarganya. Berdasarkan hal tersebut maka dalam melakukan kegiatan penyuluhan pertanian harus dilakukan dengan partisipatif. Sehingga perlu adanya penggalian data yang dilakukan langsung di lapangan, biasanya berupa data primer maupun data sekunder. Data itu mencakup keadaan masyarakat dan lingkungan tempat masyarakat tinggal. Antara lain mengenai data agroklimat wilayah, batas – batas wilayah, kependudukan, kelembagaan, tata guna lahan, jenis usaha masyarakat fasilitas sarana dan prasarana, program – program pembangunan, teknologi, tren komoditi yang diusahakan, tren harga komoditi dan sebagainya.
Penyuluh pertanian adalah aparat yanng membangun pertanian, pendidik / penasehat yang mengabdikan dirinya untuk kepentingan para petani, pekebun, peternak dan nelayan beserta keluarganya. Pekerjaan seorang penyuluh pertanian lapangan tidak terbatas pada mengembankan kemampuan pengetahuan, sikap dan ketrampilan tetapi juga untuk memotivasi, membimbing dan mendorong para petani pekebun, peternak dan nelayan mengembangkan swadaya dan kemandiriannya dalam berusaha tani yang lebih menguntungkan menuju hidup yang lebih bahagia dan sejahtera.

Selasa, 03 April 2012

Pengembangan Tanaman Hias



1.       Apa manfaat budidaya tanaman hias?
a.       Memiliki nilai estetika, hobi.
b.      Mengurangi polusi lingkungan sekitar.
c.       Beberapa jenis memiliki fungsi tertentu.  Misal sebagai tanaman obat, penetralisir radiasi dll
d.      Bisa menjadi peluang usaha

2.       Apa saja jenis-jenis tanaman hias?
a.       Indor plant: Biasanya berupa tanaman hias jenis bunga atau berkayu.
Misal: Anthorium, Philodendron, Aglaonema, Anggrek, Kaladi dll
b.      Outdor plant: Biasanya berupa tanaman hias jenis daun.
Misal: Adenium, Palm, Pecah piring, Mawar, Melati, Euphorbia dll
c.       Tanaman hias air:
Misal: Teratai

3.       Kalau bonsai masuk tanaman hias?
Iya.  Bonsai tergolong outdorplant.  Bonsai merupakan hasil karya seni dari Jepang.

4.       Tanaman apa saja yang bisa di buat bonsai?
Tanaman berkayu.  Baik kayu keras maupun batang lunak. Misal: santigi, cemara udang, beringin, sancang, kupa landak dll.

5.       Media apa yang digunakan pada umumnya?
a.       Indorplant: Medianya porous, menahan lebih banyak air, bisa menjaga kelembaban, cukup nutrisi/ subur
Komposisi biasanya: Pasir gunung, kompos, pupuk kandang, cocofiet, pakis, arang sekam, dolomite, pestisida.
b.      Outdorplant: Medianya porous, cukup menahan air, cukup nutrisi/ subur.
Komposisi biasanya: Pasir gunung, pupuk kandang, kompos, cocofiet, dolomite, pestisida.
c.       Tanaman hias air:
Media dari lumpur

7.       Bagaimana cara perbanyakan/ budidaya tanaman hias?
a.       Vegetatif: Dengan stek batang, tunas, merunduk, cangkok dll selain biji
b.      Generatif: Dengan biji

8.       Bagaimana perawatannya?
a.       Mengatur intensitas sinar matahari
b.      Menyiram ketika tanaman butuh air
c.       Pemupukan
d.      Mengganti media jika diperlukan/ repoting
e.      Pengendalian hama penyakit
f.        Peremajaan tanaman

9.       Bagaimana pengendalian hama penyakitnya?
Diusahakan dengan teknologi ramah lingkungan.  Karena bukan tanaman konsumsi, bisa diaplikasi pestisida anorganik maupun organik.

1.   Bagaimana prospek agribisnis tanaman hias?
Masih bagus meskipun sudah ada tren penurunan disbanding sebelumnya.  Tapi kebutuhan akan tanaman hias masih selalu ada/ dibutuhkan.

Pengembangan Burng Hantu untuk Mengendaliakn Hama Tikus



1.      Mengapa masih banyak serangan Tikus?
a.       Makanan tikus selalu tersedia terutama di aderah yang tanamnya tidak serempak (Tikus bisa makan tanaman pada setiap vase pertumbuhan)
b.      Adanya sarang semak, jalan sawah, tanggul, pematang dll)
c.       Perkembangbiakannya cepat (dapat bermigrasi)
d.      Petani kurang kompak dalam gerakan massal
e.       pengendalian belum tuntas dan berkesinambngan.

2.      Bagaimana Karakteristik tikus?
a.       Tikus tergolong hewan yang cerdik.
b.      Anakan tiap pasang tikus mencapai 6 ekor, setahun mencapai 1.140 ekor/pasang/tahun.
c.       Butuh waktu 1,5 bulan untuk beranak kembali.

3.      Bagimana ciri-ciri Burung Hantu?
a.       Ciri: berwarna coklat muda kekuningan, bagian dada, perut dan bawah sayap berwarna putih dengan bintik-bintik hitam, paruh runcing, kuku tajam, suara nyaring.
b.      Dalam sehari memakan tikus 2-5 ekor, tanpa mengurangi naluri membunuhnya.  Selain itu Burhan bisa membunuh lebih banyak dari yang dimakan.
c.       Sepasang Burhan, mampu mengawasi 5-10 Ha
d.      Mampu mendengar suara temannya dari jarak 2 Km

4.      Bagaimana cara pengendalian tikus?
a.       Pemasangan bubu tikus/ Rodentisida di persemaian
b.      Teknis Budidaya yang tepat (misal SRI)
c.       Penataan pola tanam yang serempak
d.      Rodentisida di sekitar sarang
e.       Gerakan pengendalian massal pada hamparan luas
f.       Rutin dalam pengandalian.
g.      Mengembangkan musuh alami (Burhan, Kucing)

5.      Bagaimana melestarikan Burhan?
a.       Dengan memasang Pagupon di lahan sawah dengan ketinggian 7-10 m
b.      Ditangkarkan
c.       Tidak memburu/ melindungi Burhan

Intensifikasi Pekarangan




Bagaimana teknis yang benar dalam memanfaatkan potensi pekarangan?

1.      Teknis pemanfaatan lahan pekarangan bisa dilakukan dengan pemanfaatan barang bekas seperti paralon bekas, kaleng bekas, bambu dll sebagai tempat media tanam ataupun pengganti pot. 
2.      Untuk media tanam bisa dari tanah pekarangan yang ditambahkan kompos dari limbah dapur ataupun pupuk cairnya. Pada prinsipnya, kesuburan media harus meliputi kesuburan Fisik, Biologis dan Kimia tanah yang kesemuanya bisa dicukupi dengan potensi yang ada. 
3.      Untuk benih bisa diperoleh dari kios pertanian ataupun seleksi benih yang dilakukan sendiri dari hasil panen. 
4.      Agar lebih beragam, dikembangkan selain tanaman sayur, buah ataupun tanaman obat juga diarahkan pada peternakan dan perikanan,  Selain saling melengkapi system budidayanya, juga menambah keragaman produk untuk keragaman pangan dan gizi.

Sebenarnya apa opsesi dinas pertanian sehingga melaksanakan kegiatan ini?

Harapan kita, tiap Rumah tangga bisa memanfaatkan pekarangan sesuai potensinya secara optimal.  Apalagi jika kegiatan budidayanya ditunjang peternakan dan perikanan, akan bisa menambah supply protein hewani untuk tiap keluarga.  Bahkan sekarang sudah ada teknologi budidaya padi dalam pot, yang dilakukan untuk mencukupi kebutuhan pangan keluarga dengan tambahan peralatan tepat guna sebagai penanganan pasca panennya.

Apa dampak yang diharapkan dari program ini?

1.      Dampak yang diharapkan dari pengelolaan pekarangan ini adalah Produk pertanian bisa sampai ke konsumen tanpa perantara.  Rumah tangga bisa memproduksi dan mengkonsumsi sendiri produk pertaniannya.  Sangat efektif dan efisien. 
2.      Selain itu, kualitas hasil pekarangan sendiri bisa dikendalikan dengan memperhatikan faktor kesehatan.  Dengan demikian kesehatan masyarakat akan meningkat.  
3.      Hal lain yang bisa dimanfaatkan adalah limbah rumah tangga yang sangat berperan dalam proses budidaya yang berdampak pada kelestarian lingkungan. 
4.      Dampak pada pasar memang besar jika hal ini dilakukan dalam skala luas.  Harapan kita, petani akan beralih merambah pasar luar yang lebih luas baik luar daerah ataupun pasar eksport.  Dengan demikian, akan ada peningkatan perekonomian daerah. 
5.      Selain itu, yang terpenting adalah masyarakat bisa mandiri pangan dengan keragaman pangan dan gizi.

Bercocok Tanam Dalam Pot


Seiring terus bertambahnya penduduk mengakibatkan berkurangnya lahan pertanian sebagai prasarana utama pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.  Untuk itu, kedepan akan sangat penting dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian untuk mencukupi kebutuhan akan pangan.  Untuk mendukung kegiatan tersebut, peran lahan pekarangan akan sangat penting dalam rangka keberhasilan ketahanan pangan.  Salah satu kegiatan yang bias dilaksankan untuk pemanfaatn lahan pekarangan ataupun lainnya, bercocok tanam dalam pot merupakan salah satu langkah awal yang tepat dalam mewujudkannya ketahanan pangan., selain bisa juga dikembangkan untuk tanaman hias

1.      Mengapa dilakukan bercocok tanam dalam pot?
Jawab:
Karena:
  1. Keterbatasan lahan yang dimiliki
  2. Mempermudah perawatan dan pemanenan
  3. Mudah dalam pengamatan
  4. Mudah dipindahkan

2.      Peralatan dan bahan apa saja yang diperlukan dalam bercocok tanam dalam Pot?
a.       Peralatan : Cetok (atau sejenisnya), gunting (atau sejenisnya)
b.      Bahan : Pot (atau sejenisnya), Media, Tanaman, Media kasar (atau sejenisnya)

Semua alat dan bahan tergantung jenis tanaman apa yang akan ditanam

3.      Bagaimana Cara/ Teknik bercocok tanam dalam Pot? 
a.       Pastikan pot sudah terdapat lubang bagian bawah, jika belum buat lubang untuk aerasi udara dan air.
b.      Isi dengan media kasar (Pakis kasar, Kerikil atau sejenisnya) tipis-tipis sebatas meutupi lubang pot
c.       Isi dengan media tanam sekitar 1/3 bagian pot
d.      Siapkan tanaman
e.       Letakkan dalam pot
f.       Timbun dengan media secara bertahap tanpa mengubah posisi tanaman
g.      Padatkan media tanpa mengubah posisi tanaman (untuk tanaman hias sangat penting -- Unsur estetika)
h.      Siram tanaman dari atas secara perlahan tanpa mengubah posisi tanaman.  Usahakan sampai air tembus ke bawah lewat pot.

4.      Tanaman apa saja yang biasanya ditanam dalam pot? 
a.       Tanaman Hias
b.      Tanaman Buah (Tabulampot)
c.       Tanaman Sayuran (Vertikultur)
d.      Tanaman Obat

5.      Apa saja yang penting diperhatikan dalam bercocok tanam dalam pot? 
a.       Jenis tanaman : Termasuk Indorplant atau Outdorplant
b.      Media : Tergantung kebutuhan tanaman
c.       Tujuan menanam : Sebagai tanamn hias atau produksi

6.      Sebenarnya apa yang diharapkan dari Dinas Pertanian dalam pengembangan tanaman Pot?
a.       Diharapkan setiap Rumah tangga bisa mengoptimalkan lahan yang dimiliki, sehingga bisa mencukupi kebutuhan pangan masing-masing sesuai kemampuannya.
b.      Secara makro, akan diperolah peningkatan produksi pertanian secara global dalam seluruh wilayah.

Wereng Batang Coklat


Penyebab timbulnya serangan Wereng Batang Coklat

Kemampuan berkembang biak wereng batang coklat (WBC) sangat tinggi, bertelur banyak (100-600 butir), siklus hidupnya pendek (±28 hari, yaitu stadium telur ±8 hari, nimfa ± 18 Hari, dewasa pra bertelur ±2 hari), masa hidup dewasa ±8 hari, mempunyai daya sebar cepat dan daya serang ganas.  Laju perkembangbiakan pada varietas peka dengan lingkungan optimum dalam satu musim tanam dapat mencapai 2.000 kali.
Adanya penanaman varietas rentan/ peka dan pola tanam yang tidak teratur, sebagai pemicu perkembangan dan penyebaran wereng.

Penggunaan insektisida yang tidak bijaksana, tidak memenuhi 6 tepat (jenis, konsentrasi, dosis, volume semprot, cara, waktu dan sasaran), sehingga wereng dapat menjadi kebal terhadap insektisida dan terbunuhnya musuh alami menyebabkan wereng cepat berkembang.  Gunakan hanya insektisida yang terdaftar dan diijinkan.  Apabila persemaian dan atau tanaman muda belum ada wereng tetapi disemprot insektisida maka semakin berpeluang untuk terserang hama wereng batang coklat.
Serangga dewasa dan nimfa menetap dan menghisap pelepah daun dibagian bawah/ pangkal tanaman, sehingga petani kurang perhatian sejak dini.
Pengaruh factor iklim mikro yang lembab dan hangat.  Tidak hanya musim hujan, tetapi musim kemarau yang basah menjadi pendorong perkembangan WBC.

Kerusakan tanaman oleh WBC

Apabila populasi tinggi, warna daun dan batang tanaman berubah menjadi kuning, kemudian berwarna coklat jerami dan akhirnya seluruh tanaman bagaikan disiram air panas, kuning coklat dan mongering (hopperburn).
WBC juga dapat menularkan virus kerdil rumput dan kerdil hampa.
Kerdil rumput : tanaman menjadi kerdil, beranak banyak, daun menjadi pendek dan tidak bermalai.
Kerdil hampa : tanaman menjadi kerdil, daunnya terpuntir dan pendek, kaku sobek-sobek, terdapat puru, anakan bercabang dan malainya hampa.

Karakteristik WBC

WBC berukuran kecil, nimfa yang baru menetas berukuran <1 mm dan dewasa ±3 mm.  hidup menghisap cairan tanaman di bagian pangkal batang/ pelepah tanaman.  Apabila populasi tinggi WBC sampai di daun terutama dewasa bersayap panjang.  Nimfa kecil berwarna putih dan semakin tua berubah menjadi kekuningan, coklat muda akhirnya menjadi coklat/ coklat tua.
WBC mampu beradaptasi terhadap pergantian varietas tanah dengan membentuk biotipe ataupun koloni baru yang lebih ganas.  WBC dewasa mempunyai dua bentuk sayap yaitu dewasa sayap panjang (makrptera) dan dewasa sayap pendek (brakiptera).

Bentuk makroptera merupakan indicator populasi pendatang dan emigrasi, sedangkan brakiptera merupakan populasi penetap yang biasanya menghasilkan keturunan yang menyebabkan kerusakan tanaman.

Populasi WBC dapat meningkat lebih tinggi dengan aplikasi insektisida yang tidak bijaksana (tidak memenuhi kaidah 6 tepat) karena dapat mengakibatkan resistensi (hama menjadi kebal) dan reurgensi (populasi menjadi berkembang lebih cepat terutama karena musuh alaminya musnah)

Pengendalian WBC
a.       Pratanaman (persiapan-persemaian)
-          Persiapan benih bermutu bersertifikat yang tahan terhadap koloni WBC setempat.
-          Eradikasi/ sanitasi singgang atau sisa tanaman yang terserang virus kerdil rumput dan kerdil hampa.
-          Peningkatan pengamatan populasi WBC sejak awal persemaian.
-          Pemusnahan bibit/ persemaian yang terserang berat WBC.
-          Jarak tanam lebar, pemberian parit keliling, tidak menggenang tanaman untuk mengurangi kelembaban tinggi sehingga lingkungan tidak disenangi WBC.
-          Penambahan Bahan Organik untuk merangsang pertumbuhan mikroorganisme sehingga ekosistem bisa siembang.

b.      Fase tanaman muda (<40 HST)
-          Menanam varietas yang telah terbukti tahan/ toleran terhadap populasi WBC di daerah masing-masing.  Hindari menanam varietas rentan/ peka
-          Tanam system legowo/ SRI dan pemupukan NPK harus seimbang
-          Tanaman yang terserang WBC berat dilakukan sanitasi selektif/ eradikasi demikian juga tanaman yang bergejala virus kerdil rumput dan kerdil hampa.
-          Penggunaan insektisida efektif untuk WBC yang terdaftar dan diijinkan untuk tanaman padi.  Aplikasi pada saat mencari ambang pengendalian : populasi ≥ 10 ekor/ rumpun pada tanaman berumur < 40 HST.
-          Penyiangan teratur untuk mengurangi kelembaban

c.       Fase primordia (≥40 HST)
-          Tanaman yang terserang berat dilakukan sanitasi/ eradikasi selektif dan yang puso dieradikasi selektif dan yang puso dieradikasi total.
-          Penggunaan insektisida apabila populasi ≥ 20 ekor/ rumpun pada tanaman berumur ≥ 40 HST.
-          Kerapkali aplikasi insektisida menjadi tidak efektif dan tidak efisien karena populasi sudah terlampau tinggi, kesalahan memilih insektisida dan teknik aplikasi untuk itu penggunaan insektisida dan teknik aplikasinya harus memenuhi 6 tepat diatas.

d.      Pengembangan Musuh alami
-          Banyak sekali musih alami yang diketahui efektif untuk untuk menekan perkembangan populasi WBC antara lain laba-laba, kumbang coccinelid, Ophionea dan Paederus, kepik Cyrthorhinus, predator yang hidup di air parasitoid telur seperti anagrus, oligosita dan Gonatocerus,parasitoid nimfa dan dewasa antara lain Elenchus dan Pseudoogonatopus serta Cendawan/ jamur pathogen serangga antara lain Beauveria bassiana, Hirsutela dan Metharizium.
-          Jika populasi WBC mulai banyak, tambahkan bahan organic/ kompos untuk merangsang perkembangan musuh alami sehingga ekosistem menjadi seimbang.
-          Jangan menyemprot insektisida jika tidak perlu karena akan memusnahkan musuh alami.

Budidaya System of Rice Intensification (SRI) dengan pengendalian Agens Hayati


1.      Pengolahan lahan.
Pengolahan tanah secara sempurna yaitu tanah dibajak sedalam 25-30 cm sambil membenamkan sisa tanaman dan rerumputan, kemudian digemburkan dengan garu sampai terbentuk struktur lumpur yang sempurna lalu diratakan sebaik mungkin sehingga saat diairi, ketinggian air bisa merata.  Perlakuan pengembalian sisa bahan organik ketanah disertai penambahan bakteri pengurai.
2.      Penaburan Kompos
Penaburan kompos atau bahan organik lain 5-7 ton/ ha atau sesuai tingkat kesuburan tanah.
  1. Pemilihan benih
Sediakan air dalam ember dan beri garam.  Selanjutnya aduk sampai larut.  Masukkan telur itik sebagai indikator sampai telur mengapung.  Air siap digunakan untuk pemilihan benih bernas.  Selanjutnya masukkan benih yang diuji.  Aduk-aduk, selanjutnya benih yang tenggelam adalah benih yang bermutu.  Cuci dengan air biasa benih hasil seleksi sampai bersih.
  1. Perendaman dan Penganginan Benih
-    Benih bernas direndam selama 24-48 Jam.
-    Untuk menghindari hama belalang dan lainnya, dalam perendaman diberi daun mahoni yang sudah ditumbuk.
-    Setelah direndam, dianginkan (ditiris) selama 24 - 48 jam sampai berkecambah.
-    Jika penanaman di wilayah endemis Xantomonas orizae, perendaman benih bisa ditambahkan dengan Corine Bacterium dalam air rendaman dengan dosis 5 cc/ liter.
5.      Persemaian
-    Media persemaian dari campuran tanah dan pupuk organic dengan perbandingan 1 : 1 atau bisa campuran tanah, kompos, pasir dengan perbandingan 1 : 1 : 1
-    Masukkan media pada baki/ talam setebal 3-4 cm dengan alas dari daun pisang atau lainnya yang sudah dilemaskan.
-    Taburkan benih secara ,merata dan tutup dengan abu dapur/ pupuk organic/ tanah tipis-tipis.
-    Siram dengan sprayer asal basah dan ulangi penyiraman bila media kering
-    Hindari persemaian dari air hujan
-    Umur 5-7 (lima s.d tujuh) hari sudah siap tanam.
-    Persemaian bisa dilakukan dilahan seluas 1/5 dari luas lahan yang akan ditanami dengan penambahan pupuk organik/ kompos sebagai lapisan/ campuran media tanam.
6.      Tanam
-    Jarak tanam lebar (30 x 30 cm atau 40 x 40 cm atau 50 x 50 cm), air macak-macak
-    Pindah tanam tidak lebih dari 15 menit
-    Tanam tunggal, dangkal (sekitar 1 cm dalam tanah), dengan posisi perakaran membentuk huruf “L”
-    Dibuat saluran air dipinggir maupun tengah lahan, sesuai kondisi lahan.
-    Untuk wilayah endemis hama Penggerak batang, dilakukan aplikasi Pias Tricogramma pada 1 HST dengan 14 lembar/ Ha.
-    Untuk daerah yang sulit pengairan, saat penanaman sekaligus bisa ditambahkan fungi Mikoriza pertanaman sebanyak 1 (satu) sendok makan / sesuai kebutuhan lapang.

10 HST
7.      Penyulaman
- Penyulaman dilakukan sesuai kebutuhan
8.      Pengamatan Agroekosistem I
-    Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangan antara hama dan musuh alami di ekosistem lahan.
9.      Penyiangan I
- Penyiangan baik dengan mesin ataupun manual, dianjurkan dengan landak.
10.  Pemupukan I
Pemupukan Anorganik diberikan sesuai rekomendasi Dinas Pertanian atau kebiasaan petani setempat.  Salah satu contoh rekomendasi pemupukan pada usia tanaman 7-15 HST adalah : Urea 100 kg/Ha, SP-36 50 kg/Ha
11.  Penggenangan air (2 cm)
- Penyiraman dilakukan dengan menggenang air
12.  Penggunaan MOL I
-    Aplikasi MOL Hijauan/ bonggol pisang/ rebung bambu/ keong mas 400 cc/10 ltr air.
-    Aplikasi MOL I ini bisa juga dengan MOL dari daun Gamal dengan dosis 14 liter/ Ha
13.  Untuk wilayah endemis hama Penggerak batang, dilakukan aplikasi Pias Tricogramma dengan 14 lembar/ Ha.
14.  Jika kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang, Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang, akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman.
15.  Aplikasi pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang (Pengendalian dengan konsep PHT)
20 HST
16.  Pengamatan Agroekosistem II
-    Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangan antara hama dan musuh alami di ekosistem lahan.
17.  Pengamatan Biota Tanah
-    Dilakukan dengan pertimbangan ketersediaan mikroorganisme dalam tanah yang mampu mendukung kesuburan biologis tanah.
18.  Penyiangan II
- Penyiangan baik dengan mesin ataupun manual, disarankan menggunakan landak.
19.  Pemupukan II
Pemupukan Anorganik diberikan sesuai rekomendasi Dinas Pertanian atau kebiasaan petani setempat.  Salah satu contoh rekomendasi pemupukan pada usia
tanaman 25-30 HST adalah : Urea 50 kg/Ha, Phonska 100 kg/Ha
20.  Penggenangan (2 cm diatas permukaan tanah)
- Penggenangan
21.  Penggunaan Mol II
-    Aplikasi MOL Hijauan/ bonggol pisang/ rebung bambu/ keong mas 400 cc/10 ltr air.
-    Aplikasi MOL II ini juga bisa dilakukan dengan pemberian MOL bonggol pisang saja dengan dosis 30 liter/Ha
22.  Untuk wilayah endemis hama Penggerak batang, dilakukan aplikasi Pias Tricogramma dengan 14 lembar/ Ha, dan jika terjadi serangan bisa diaplikasikan NEP (Nematoda Enthomopatogen) dengan dosis 1 ampul / 500 m2 untuk 1 tangki kapasitas 14 liter
23.  Jika kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang, Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang, akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman.
24.  Aplikasi pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang.
30 HST
25.  Pengamatan Agroekosistem III
-    Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di ekosistem lahan.
26.  Penyiangan III
27.  Penggenangan (2 cm diatas permukaan tanah)
28.  Penggunaan MOL III
-    Aplikasi MOL Hijauan/ bonggol pisang/ rebung bambu/ keong mas 400 cc/10 ltr air.
-    Aplikasi MOL III ini juga bisa diberikan MOL dari urine sapi saja dengan dosis 30 liter/ Ha.
29.  Untuk wilayah endemis hama Penggerak batang, dilakukan aplikasi Pias Tricogramma pada dengan 14 lembar/ Ha. dan jika terjadi serangan bisa diaplikasikan NEP (Nematoda Enthomopatogen) dengan dosis 1 ampul / 500 m2 untuk 1 tangki kapasitas 14 liter
30.  Jika kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang, Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang, akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman.
31.  Aplikasi pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang.
40 HST
32.  Pengamatan Agroekosistem IV
-    Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di ekosistem lahan.
33.  Penyiangan IV
34.  Pemupukan III
Pemupukan Anorganik diberikan sesuai rekomendasi Dinas Pertanian atau
kebiasaan petani setempat.  Salah satu contoh rekomendasi pemupukan pada usia
tanaman 40-45 HST adalah : Urea 50 kg/Ha, ZA 50 kg/Ha
35.  Penggenangan (2 cm diatas permukaan tanah)
36.  Penggunaan MOL IV
- Aplikasi MOL buah-buahan 400 cc/100 ltr. Air.
-    Aplikasi MOL IV ini juga bisa digunakan MOL dari buah maja dengan dosis 30 liter/ Ha.
37.  Untuk wilayah endemis hama Penggerak batang, dilakukan aplikasi Pias Tricogramma dengan 14 lembar/ Ha, dan jika terjadi serangan bisa diaplikasikan NEP (Nematoda Enthomopatogen) dengan dosis 1 ampul / 500 m2 untuk 1 tangki kapasitas 14 liter
38.  Jika kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang, Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang, akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman.
39.  Aplikasi pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang.
50 HST
40.  Pengamatan Agroekosistem V
-    Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di ekosistem lahan.
41.  Penggunaan MOL V
-    Aplikasi MOL V ini sebagai tambahan pemberian MOL sebelumnya yaitu dengan MOL dari daun gamal dan terasi dengan dosis 30 liter/ Ha.
42.  Untuk wilayah endemis hama Penggerak batang, dilakukan aplikasi Pias Tricogramma dengan 14 lembar/ Ha, dan jika terjadi serangan bisa diaplikasikan NEP (Nematoda Enthomopatogen) dengan dosis 1 ampul / 500 m2 untuk 1 tangki kapasitas 14 liter
43.  Jika kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang, Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang, akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman.
44.  Aplikasi pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang.
45.  Pengeringan air ekstrim
60 HST
46.  Pengamatan Agroekosistem VI
-    Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di ekosistem lahan.
47.  Penggunaan MOL V
-    Aplikasi MOL V ini sebagai tambahan pemberian MOL sebelumnya yaitu dengan MOL dari bonggol pisang dan terasi dengan dosis 30 liter/ Ha.
48.  Untuk wilayah endemis hama Penggerak batang, dilakukan aplikasi Pias Tricogramma dengan 14 lembar/ Ha, dan jika terjadi serangan bisa diaplikasikan NEP (Nematoda Enthomopatogen) dengan dosis 1 ampul / 500 m2 untuk 1 tangki kapasitas 14 liter
49.  Jika kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang, Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang, akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman.
50.  Aplikasi pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang.
51.  Pengairan macak-macak
70 HST
52.  Pengamatan Agroekosistem VII
-    Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di ekosistem lahan.
53.  Jika kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang, Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang, akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman.
54.  Aplikasi pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang.
55.  Pengairan air macak-macak
56.  Aplikaksi MOL Buah-buahan
80 HST
57.  Pengamatan Agroekosistem VIII
-    Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di ekosistem lahan.
58.  Jika kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang, Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang, akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman.
59.  Aplikasi pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang.
60.  Pengairan macak-macak
90 HST
61.  Pengamatan Agroekosistem IX
-    Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di ekosistem lahan.
62.  Pengairan macak-macak
95 HST
63.  Pengamatan Agroekosistem X.
-    Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di ekosistem lahan.
64.  Pengeringan Ekstrim
110 HST
65.  Panen (Umur panen sesuai varietas).

Rudi Priono
Dinas Pertanian Kabupaten Jombang