1.
Pengolahan lahan.
Pengolahan
tanah secara sempurna yaitu tanah dibajak sedalam 25-30 cm sambil membenamkan
sisa tanaman dan rerumputan, kemudian digemburkan dengan garu sampai terbentuk
struktur lumpur yang sempurna lalu diratakan sebaik mungkin sehingga saat
diairi, ketinggian air bisa merata.
Perlakuan pengembalian sisa bahan organik ketanah disertai penambahan
bakteri pengurai.
2.
Penaburan Kompos
Penaburan
kompos atau bahan organik lain 5-7 ton/ ha atau sesuai tingkat kesuburan tanah.
- Pemilihan benih
Sediakan
air dalam ember dan beri garam.
Selanjutnya aduk sampai larut.
Masukkan telur itik sebagai indikator sampai telur mengapung. Air siap digunakan untuk pemilihan benih
bernas. Selanjutnya masukkan benih yang
diuji. Aduk-aduk, selanjutnya benih yang
tenggelam adalah benih yang bermutu.
Cuci dengan air biasa benih hasil seleksi sampai bersih.
- Perendaman dan Penganginan Benih
-
Benih bernas direndam selama 24-48 Jam.
-
Untuk menghindari hama
belalang dan lainnya, dalam perendaman diberi daun mahoni yang sudah ditumbuk.
-
Setelah direndam, dianginkan (ditiris) selama 24 - 48
jam sampai berkecambah.
-
Jika penanaman di wilayah endemis Xantomonas orizae,
perendaman benih bisa ditambahkan dengan Corine Bacterium dalam air rendaman
dengan dosis 5 cc/ liter.
5.
Persemaian
-
Media persemaian dari campuran tanah dan pupuk organic
dengan perbandingan 1 : 1 atau bisa campuran tanah, kompos, pasir dengan
perbandingan 1 : 1 : 1
-
Masukkan media pada baki/ talam setebal 3-4 cm dengan
alas dari daun pisang atau lainnya yang sudah dilemaskan.
-
Taburkan benih secara ,merata dan tutup dengan abu
dapur/ pupuk organic/ tanah tipis-tipis.
-
Siram dengan sprayer asal basah dan ulangi penyiraman
bila media kering
-
Hindari persemaian dari air hujan
-
Umur 5-7 (lima s.d tujuh) hari sudah siap tanam.
-
Persemaian bisa dilakukan dilahan seluas 1/5 dari luas
lahan yang akan ditanami dengan penambahan pupuk organik/ kompos sebagai
lapisan/ campuran media tanam.
6.
Tanam
-
Jarak tanam lebar (30 x 30 cm atau 40 x 40 cm atau 50 x
50 cm), air macak-macak
-
Pindah tanam tidak lebih dari 15 menit
-
Tanam tunggal, dangkal (sekitar 1 cm dalam tanah), dengan
posisi perakaran membentuk huruf “L”
-
Dibuat saluran air dipinggir maupun tengah lahan,
sesuai kondisi lahan.
-
Untuk wilayah endemis hama Penggerak batang, dilakukan aplikasi
Pias Tricogramma pada 1 HST dengan 14 lembar/ Ha.
-
Untuk daerah yang sulit pengairan, saat penanaman
sekaligus bisa ditambahkan fungi Mikoriza pertanaman sebanyak 1 (satu) sendok
makan / sesuai kebutuhan lapang.
10 HST
7.
Penyulaman
-
Penyulaman dilakukan sesuai kebutuhan
8.
Pengamatan Agroekosistem I
-
Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangan antara hama dan musuh alami di
ekosistem lahan.
9.
Penyiangan I
-
Penyiangan baik dengan mesin ataupun manual, dianjurkan dengan landak.
10. Pemupukan
I
Pemupukan
Anorganik diberikan sesuai rekomendasi Dinas Pertanian atau kebiasaan petani
setempat. Salah satu contoh rekomendasi
pemupukan pada usia tanaman 7-15 HST adalah : Urea 100 kg/Ha, SP-36 50 kg/Ha
11. Penggenangan
air (2 cm)
-
Penyiraman dilakukan dengan menggenang air
12. Penggunaan
MOL I
-
Aplikasi MOL Hijauan/ bonggol pisang/ rebung bambu/
keong mas 400 cc/10 ltr air.
-
Aplikasi MOL I ini bisa juga dengan MOL dari daun Gamal
dengan dosis 14 liter/ Ha
13. Untuk
wilayah endemis hama
Penggerak batang, dilakukan aplikasi Pias Tricogramma dengan 14 lembar/ Ha.
14. Jika
kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi
Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang,
Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga
terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang,
akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman.
15. Aplikasi
pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens
hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang
(Pengendalian dengan konsep PHT)
20 HST
16. Pengamatan
Agroekosistem II
-
Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangan antara hama dan musuh alami di
ekosistem lahan.
17. Pengamatan
Biota Tanah
-
Dilakukan dengan pertimbangan ketersediaan
mikroorganisme dalam tanah yang mampu mendukung kesuburan biologis tanah.
18. Penyiangan
II
-
Penyiangan baik dengan mesin ataupun manual, disarankan menggunakan landak.
19. Pemupukan
II
Pemupukan
Anorganik diberikan sesuai rekomendasi Dinas Pertanian atau kebiasaan petani
setempat. Salah satu contoh rekomendasi
pemupukan pada usia
tanaman
25-30 HST adalah : Urea 50 kg/Ha, Phonska 100 kg/Ha
20. Penggenangan
(2 cm diatas permukaan tanah)
-
Penggenangan
21. Penggunaan
Mol II
-
Aplikasi MOL Hijauan/ bonggol pisang/ rebung bambu/
keong mas 400 cc/10 ltr air.
-
Aplikasi MOL II ini juga bisa dilakukan dengan
pemberian MOL bonggol pisang saja dengan dosis 30 liter/Ha
22. Untuk
wilayah endemis hama
Penggerak batang, dilakukan aplikasi Pias Tricogramma dengan 14 lembar/ Ha, dan
jika terjadi serangan bisa diaplikasikan NEP (Nematoda Enthomopatogen) dengan
dosis 1 ampul / 500 m2 untuk 1 tangki kapasitas 14 liter
23. Jika
kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi Corine
Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang, Metharizium
untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga terutama
kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang, akar, rebah
kecambah, ataupun rebah tanaman.
24. Aplikasi
pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens
hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang.
30 HST
25. Pengamatan
Agroekosistem III
-
Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di
ekosistem lahan.
26. Penyiangan
III
27. Penggenangan
(2 cm diatas permukaan tanah)
28. Penggunaan
MOL III
-
Aplikasi MOL Hijauan/ bonggol pisang/ rebung bambu/
keong mas 400 cc/10 ltr air.
-
Aplikasi MOL III ini juga bisa diberikan MOL dari urine
sapi saja dengan dosis 30 liter/ Ha.
29. Untuk
wilayah endemis hama
Penggerak batang, dilakukan aplikasi Pias Tricogramma pada dengan 14 lembar/
Ha. dan jika terjadi serangan bisa diaplikasikan NEP (Nematoda Enthomopatogen)
dengan dosis 1 ampul / 500 m2 untuk 1 tangki kapasitas 14 liter
30. Jika
kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi
Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang,
Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga
terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang,
akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman.
31. Aplikasi
pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens
hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang.
40 HST
32. Pengamatan
Agroekosistem IV
-
Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di
ekosistem lahan.
33. Penyiangan
IV
34. Pemupukan
III
Pemupukan
Anorganik diberikan sesuai rekomendasi Dinas Pertanian atau
kebiasaan
petani setempat. Salah satu contoh
rekomendasi pemupukan pada usia
tanaman
40-45 HST adalah : Urea 50 kg/Ha, ZA 50 kg/Ha
35. Penggenangan
(2 cm diatas permukaan tanah)
36. Penggunaan
MOL IV
-
Aplikasi MOL buah-buahan 400 cc/100 ltr. Air.
-
Aplikasi MOL IV ini juga bisa digunakan MOL dari buah
maja dengan dosis 30 liter/ Ha.
37. Untuk
wilayah endemis hama
Penggerak batang, dilakukan aplikasi Pias Tricogramma dengan 14 lembar/ Ha, dan
jika terjadi serangan bisa diaplikasikan NEP (Nematoda Enthomopatogen) dengan
dosis 1 ampul / 500 m2 untuk 1 tangki kapasitas 14 liter
38. Jika
kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi
Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang,
Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga terutama
kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang, akar, rebah
kecambah, ataupun rebah tanaman.
39. Aplikasi
pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens
hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang.
50 HST
40. Pengamatan
Agroekosistem V
-
Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di
ekosistem lahan.
41. Penggunaan
MOL V
-
Aplikasi MOL V ini sebagai tambahan pemberian MOL
sebelumnya yaitu dengan MOL dari daun gamal dan terasi dengan dosis 30 liter/
Ha.
42. Untuk
wilayah endemis hama
Penggerak batang, dilakukan aplikasi Pias Tricogramma dengan 14 lembar/ Ha, dan
jika terjadi serangan bisa diaplikasikan NEP (Nematoda Enthomopatogen) dengan
dosis 1 ampul / 500 m2 untuk 1 tangki kapasitas 14 liter
43. Jika
kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi
Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang,
Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga
terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang,
akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman.
44. Aplikasi
pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens
hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang.
45. Pengeringan
air ekstrim
60 HST
46. Pengamatan
Agroekosistem VI
-
Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di
ekosistem lahan.
47. Penggunaan
MOL V
-
Aplikasi MOL V ini sebagai tambahan pemberian MOL
sebelumnya yaitu dengan MOL dari bonggol pisang dan terasi dengan dosis 30
liter/ Ha.
48. Untuk
wilayah endemis hama
Penggerak batang, dilakukan aplikasi Pias Tricogramma dengan 14 lembar/ Ha, dan
jika terjadi serangan bisa diaplikasikan NEP (Nematoda Enthomopatogen) dengan
dosis 1 ampul / 500 m2 untuk 1 tangki kapasitas 14 liter
49. Jika
kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi
Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang,
Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga
terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang,
akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman.
50. Aplikasi
pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens
hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang.
51. Pengairan
macak-macak
70 HST
52. Pengamatan
Agroekosistem VII
-
Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama
dan musuh alami di ekosistem lahan.
53. Jika
kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi
Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang,
Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga
terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang,
akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman.
54. Aplikasi
pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens
hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang.
55. Pengairan
air macak-macak
56. Aplikaksi
MOL Buah-buahan
80 HST
57. Pengamatan
Agroekosistem VIII
-
Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di
ekosistem lahan.
58. Jika
kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi
Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang,
Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga
terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang,
akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman.
59. Aplikasi
pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens
hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang.
60. Pengairan
macak-macak
90 HST
61. Pengamatan
Agroekosistem IX
-
Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di
ekosistem lahan.
62. Pengairan
macak-macak
95 HST
63. Pengamatan
Agroekosistem X.
-
Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di
ekosistem lahan.
64. Pengeringan
Ekstrim
110 HST
65. Panen
(Umur panen sesuai varietas).
Rudi Priono
Dinas Pertanian Kabupaten Jombang